Kamis, 19 Februari 2015

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

DOA
 
kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling



Chairil Anwar

Chairil Anwar

RUMAHKU

Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak

Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan

Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana

Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu

27 april 1943
 
 
 
Chairil Anwar

Puisi Bersejarah

SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944



Chairil Anwar

Puisi Chairil Anwar

Kepada Kawan 
Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,

belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah berkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!

Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!




Chairil Anwar

PUISI TENTANG HUJAN

Hujan...
Saat engkau datang
Seluruh alam bersorak 
Hujan..
Saat engkau datang 
Datang pula kemakmuran
Datang pula canda tawa


Rintik hujan
Turun lalui celah
Membasahi wajahku
Membasahi bonekaku
Membasahi semua
Yang ada di kamarku


Mengapa kau datang
Saat ku berangkat ke sekolah
Hujan..
Tahukah engkau
Baju, bukuku, sepatuku
Basah semua
Dapatkah kau menunda
Kedatanganmu di pagi hari ?


Hujan
Kau datang tak diundang
Menggenangi rumah dan halaman
Merusak semua perabotan
Listrik pun ikut mati
Air bersih tak ada lagi
Semua  orang kebingungan
Bagaimana menyelamatkan diri

puisi pendek

Pemuda untuk Perjuangan


Indonesia menangis
Bahkan tercekik
Dengan hebatnya penguasa korupsi
Tak peduli rakyat menangis




Negeriku Tercinta Indonesia


Nasibmu kini menderita
Rakyatmu kini sengsara
Pemimpin yang tidak bijaksana
Apakah pantas memimpin negeri
Tang aman sentosa











Gemiricik air sungai
Begitu beningnya
Bagaikan zambrut Khatulistiwa
Itulah alam desaku yang permai
Tempat aku dilahirkan 








Kamis, 12 Februari 2015

puisi perjuangan

DIBALIK 98


Hari ini sembilan tahun lalu
Telah terbaring puluhan mahasiswa
Rekan kami, sahabat kami, saudara kami
Yang berjuang untuk satu kata reformasi

Kini semua membisu tak peduli
Ku peringati saat itu dengan puisi dan doa
Semoga engkau yang telah berkorban
Di terima disisiNya

Rabu, 11 Februari 2015

puisi sedih

JANJI


Rintik hujan dimalam sunyi
Membawa pedih hati ini
Tak ada bintang dilangit
Menambah redup kehidupan yang pahit
Ingin rasanya aku terbang tinggi
Menggapai seribu bintang terang
Mengapa janji kau ingkari
Membuat hati ini berperang

puisi alam


Pantai

Terdengar suara ombak
Berhembus angin, mendingin
Ditengah pantai
Kapal berlayar
Berlayar langit membiru

Pasir putih membenamkan di pantai
Desir angin menerpa
Mentari mulai ramah menyapa
Hadirkan getaran rasa
Hinggap dihati sejukkan jiwa

PUISI ALAM BERKAH

Pohon Tumbang

Pohon itu meradang
Perlahan-lahan tumbang
Dalam deru gergaji
Oleh tangan-tangan keji

Bagaimana kita bisa nikmati
Keindahan alam bumi ini
Kalau kau terus seperti itu
Hingga tak tersisa pohon tempat berteduh

puisi tentang alam

ALAM

Bertudung langit selalu biru
Tempat cahaya selalu benderang
Tempat udara selalu bersih
Tempat angin selalu nikmat
Tempat menari si burung camar
Angin terhembus lemah lembut
Di ruang angkasa awan bergelut


puisi koruptor






Koruptor


Wahai tuan yang terhormat
Sang Pejabat wakil rakyat
Mengumbar janji sudah biasa
Hati nurani sudah tiada
Tikus perlemen yang berdasi
Slalu ingin unjuk gigi
Tanpa ada hal yang pasti
Dan tidak mau rugi

Kau memang yang berkuasa
Yang tak kenal akan dosa
Koruptor tak pantas dikasihani
Koruptor pantas dihukum mati 

Puisi lama

RINDU


Hanya semilir angin
Dan bulan merah menggantung
Dipancang langit
Diam tak senandung lagi
Beku tak menghibur gundah kreti
Gemintang kecil, redup tak lagi secantik juwita
Yang merindu
Sendu berangin di ambang jendela
Menatap malam berpasi-pasi
Gelap remang
Mengharap tuan tak kunjung pulang

Rabu, 04 Februari 2015

Biografi penyair puisi

Penyair puisi lama "CHAIRIL ANWAR"



BIOGRAFI

Chairil Anwar adalah penyair Angkatan '45 yang terkenal dengan puisinya yang berjudul "Aku". Berkat puisinya itu, ia memiliki julukan 'Si Binatang Jalang'. Chairil banyak menelurkan puisi-puisi yang mayoritas bertemakan kematian, individualisme, dan ekstensialisme. Karya-karya Chairil dikompilasikan dalam tiga buku, yaitu Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir yang merupakan kumpulan puisi bersama Asrul Sani dan Rivai Apin (1950), serta diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Jerman, dan Spanyol.

Chairil lahir di Medan, 26 Juli 1922. Ia adalah putra mantan Bupati Indragiri Riau, dan masih memiliki ikatan keluarga dengan Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Sjahrir. Ia bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang kemudian dilanjutkan di MULO, tetapi tidak sampai tamat. Walaupun latar belakang pendidikannya terbatas, Chairil menguasai tiga bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman.

Ia mulai mengenal dunia sastra di usia 19 tahun, namun namanya mulai dikenal ketika tulisannya dimuat di Majalah Nisan pada 1942. Setelah itu, ia menciptakan karya-karya lain yang sangat terkenal bahkan sampai saat ini seperti "Krawang Bekasi" dan "Aku".

Wanita adalah dunia kedua pria flamboyan ini setelah sastra. Dalam lingkup keluarga, nenek adalah orang terdekat Chairil sebelum sang ibu sendiri. Ketika dewasa, ia diketahui menjalin hubungan dengan banyak wanita dan Hapsah adalah satu-satunya wanita yang pernah dinikahinya walaupun ikatan suci tersebut tidak berlangsung lama. Perceraian itu dikarenakan gaya hidup Chairil yang tidak berubah bahkan setelah memiliki istri dan anak. Pernikahan tersebut menghasilkan seorang putri yang bernama Evawani Chairil Anwar yang sekarang berprofesi sebagai notaris.

Belum genap 27 tahun, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang penyebab kematiannya, namun satu hal yang pasti adalah ia mengidap TBC disinyalir menjadi sebab kepergiannya. Walaupun hidupnya di dunia sangat singkat, Chairil Anwar dan karya-karyanya sangat melekat pada dunia sastra Indonesia.  Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Sebagai tanda penghormatan, dibangun patung dada Chairil Anwar di kawasan Jakarta dan hari kematiannya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar oleh para pengagumnya.

puisi romantis

Saat itu


Saat mentari mulai terbit
Itulah awal aku mengenalmu dalam buku
Saat raja siang membakar
Itulah awal aku bersamamu
Saat hujan turun dengan lebat
Itulah saat aku mengkhawatirkanmu
Saat bintang bertabur dan bulan tersenyum
Itulah saat aku memikirkanmu
Saat malam semakin larut
Saat itulah aku merasa takut untuk kehilangan dirimu





Kediaman



terlalu banyak janji tak bisa ditunaikan
terlalu banyak harapan terhamparkan
daun-daun berserakan tak tersapu
dan angin pun pergi entah ke mana
yang berdiri di sini hanya panorama